Ancaman Menjadi Hal Yang Efektif Namun Tidak Mendidik
Siapa di antara kita yang tidak pernah menggunakan bahasa mengancam? Mungkin hampir semua orang tua pernah menggunakannya untuk mengontrol perilaku anaknya. Perbedaannya bisa dalam intensitas, pendekatan atau bobot.
Diakui, dalam hal pengendalian perilaku jangka pendek, ancaman ini cukup efektif. Apa yang kita ingin anak-anak lakukan segera. Namun, dalam jangka panjang, ancaman seringkali tidak mendukung pendidikan.
Tentu saja ini merupakan ancaman yang sudah menjadi sifat atau kebiasaan dan didikan kita. Misalnya, ancaman dapat menghambat perkembangan rasa tanggung jawab anak.
Orang tua telah melatih anak-anak untuk menjadi anak robot. Semua diperintahkan atau diintimidasi dengan bahasa yang mengancam. Padahal, rasa tanggung jawab adalah keterampilan yang sangat mendasar.
Apakah Ancaman Sangat Penting?
Ancaman juga dapat menghambat pembentukan rasa percaya diri pada anak. Kita semua tahu betapa pentingnya keyakinan ini bagi kesuksesan seorang anak sekarang dan di masa depan di berbagai bidang.
Bagaimana ancaman dapat mencegah hal ini? Rasa percaya diri terbentuk dari penilaian seseorang terhadap diri sendiri setelah melihat bukti. Dengan demikian, ia melihat dirinya disiplin untuk bangun pagi, disiplin untuk belajar atau mampu menguasai keterampilan tertentu.
Bukti akan membuat evaluasi diri anak lebih positif. Namun menjadi masalah lain ketika anak merasa bahwa apa yang dilakukannya bukanlah inisiatifnya dan merasa bahwa itu bukan kemampuannya.
Ancaman juga dapat mengurangi hubungan harmonis antara kita dan mereka. Padahal, jika terlalu banyak dilakukan, ancaman akan berujung pada penolakan atau penolakan, dan ini pasti akan membuat hubungan menjadi tegang.
Apakah ada solusi lain yang bisa kita lakukan? Sejauh kami menyadari perlunya perubahan, ada solusi.
Kita bisa menggantinya dengan bahasa yang positif dan tegas (kuat dan sopan).
Daripada “hati-hati kalau tidak belajar”, kita bisa menggantinya dengan “mari belajar karena mau ujian” atau gunakan alasan lain dengan kalimat positif.
Kita juga dapat mengimbanginya dengan menawarkan pilihan dan konsekuensi. Misalnya, kami menawarkan “apakah Anda ingin mandi sebelum pergi atau bisakah kita pergi tanpa mandi?” Ini membantu anak-anak memahami konsekuensi dari pilihan mereka.
Bisa juga diganti dengan memberi tantangan. Tentu saja, itu harus diikuti dengan hadiah. Misalnya kita tantang dia untuk belajar dengan waktu dan kualitas yang lebih baik, lalu kita beri dia reward.